Senin, 26 Januari 2015

Peradilan di Indonesia

Peradilan di Indonesia dan Pengajarannya


A.    Rangkuman Materi
1.     Peradilan
a.     Pengertian Peradilan
Dalam bahasa arab, peradilan disebut al-Qadha yang secara etimologi memiliki beberapa arti :
1)     Al-faragh artinya putus atau selesai . seperti firman Allah Swt.:
 $£Jn=sù 4Ó|Ós% Ó÷ƒy $pk÷]ÏiB #\sÛur
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya)”  (QS, al-Ahzab: 37)

2)     Al-Adaa’ artinya menunaikan atau membayar, seperti firman Allah Swt.:
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$#
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi.” (QS. al-Jumu’ah: 10)

3)     Al-Hukm artinya mencegah atau menghalangi. Dari kata inilah maka qadhi-qadhi disebut sebagai hakim, karena mencegah terjadinya kezaliman orang yang mau berbuat zalim.
4)     Arti lain dari kata qadha adalah memutuskan hukum atau membuat suatu ketetapan.[1]
Jadi sebenarnya  qadhi menurut bahasa artinya orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya.[2]
Kata “peradilan” menurut istilah ahli fikih adalah:
1)     Lembaga hukum (tempat di mana seseorang mengajukan mohon keadilan).
2)     Perkataan yang harus dituruti yang diucapkan oleh seseorang yang mempunyai wilayah umum atau menerangkan hukum agama atas dasar harus mengikutinya.
Dasar hukum peradilan
Peradilan memiliki dasar hukum yang bersumber dari firman Allah swt. :
ߊ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ ...
“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil.(QS. Shad: 49)
Firman Allah Swt.:
Èbr&ur Nä3ôm$# NæhuZ÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ...
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah(QS. Al-maidah: 49)
Dari kedua dalil diatas jelaslah bahwa sebenarnya peradilan merupakan kebutuhan yang telah ditetapkan dasar hukumnya melalui al-Quran.[3] Selain berdasar kepada al-Qur’an, qadha juga berdasar kepada hadits Rasul saw. sabda Rasul saw.:
وَعَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( إِذَا حَكَمَ اَلْحَاكِمُ, فَاجْتَهَدَ, ثُمَّ أَصَابَ, فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ, فَاجْتَهَدَ, ثُمَّ أَخْطَأَ, فَلَهُ أَجْرٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dari Amar Ibnu Al-'Ash Radliyallaahu 'anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang hakim menghukum dan dengan kesungguhannya ia memperoleh kebenaran, maka baginya dua pahala; apabila ia menghukum dan dengan kesungguhannya ia salah, maka baginya satu pahala." (Muttafaq Alaihi)
Rukun peradilan
Dalam peradilan terdapat rukun-rukun yang harus ditetapkan, yaitu:
1.     Hakim, yaitu orang yang diangkat oleh penguasa untuk menyelesaikan dakwaan-dakwaan, karena pengausa tidak mempu melaksanakan sendiri semua tugas itu.
2.     Hukum, yaitu suatu keputusan produk qadhi, untuk menyelesaikan perselisihan dan memutuskan persengketaan.
3.     Al-mahkum bih, yaitu hak. Kalau pada qadha al-ilzam, yaitu penetapan qadhi atas tergugat, dengan memenuhi tuntutan penggugat apa yang menjadi haknya, sedangkan qadha al-tarki (penolakan) penggugat yang berupa penolakan atas gugatannya
4.     Al mahkum ‘alaih, yaitu orang yang dijatuhi putusan atasnya.
5.     Al-mahkum lah, yaitu penggugat suatu hak, yang merupakan hak manusia semata-mata.[4]
Dalam fikih islam ada tiga bentuk wilayah peradilan, yaitu:
1)     Wilayah al-Qadha, yaitu lembaga peradilan dengan kekuasaan menyelesaikan berbagai kasus, disebut juga dengan peradilan biasa.
2)     Wilayah al-Mazhalim, yaitu lembaga peradilan yang menangani berbagai kasus penganiayaan penguasa tehadap rakyat dan penyalahgunaan wewenang oleh penguasa dan perangkatnya.
3)     Wilayah al-Hisbah, yaitu lembaga peradilan yang menangani berbagai kasus pelanggaran moral dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar.[5]
b.     Fungsi Peradilan
Peradilan mempunyai fungsi utama untuk menciptakan ketertiban, keamanan, dan ketentraman, masyarakat melalui tegaknya hukum dan keadilan. Selain itu juga dimaksudkan untuk menciptakan kemaslahatan umat dengan tetap tegaknya hukum-hukum Allah SWT.
Oleh sebab itu peradilan Islam sesungguhnya mempunyai fungsi yang sangat mulia diantaranya :
a.      Menetapkan dan melaksanakan sanksi atas setiap perbuatan yang melanggar hukum.
b.     Mendamaikan dua pihak yang bersengketa dengan berpedoman kepada hukum-hukum Allah SWT.
Dengan kekuatan dan kekuasaanlah hukum dapat berjalan dan berwibawa ditengah-tengah masyarakat. Sehingga pada gilirannya masyarakat akan sadar bahwa dengan adanya lembaga peradilan, setiap persengketaan dapat diselesaikan secara hukum, sehingga hak-hak setiap orang dapat dinikmati sepenuhnya. Karena itu, kekuasaan peradilan harus berada di tangan pemerintah dalam hal ini negara, yang mempunyai kekuatan untuk menegakkan hukum-hukum yang berlaku.
Dalam pasal 1 UU No 14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dinyatakan; “Kekuasaaan kehakiman adalah kekuasaaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.
Penjabaran pasal tersebut adalah diatas, terdapat pada pasal 20 ayat 1 yang diundangkan pada 29 Desember 1989 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan di lingkungan :
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara.[6]

c.      Hikmah Peradilan
1.     Terwujudnya perlindungan hak setiap orang, karena setiap orang mempunyai hak azasi yang tidak boleh dilanggar oleh orang lain.
2.     Terwujudnya aparatur negara dan pemerintah yang bersih dan berwibawa
3.     Terpeliharanya kehidupan bagi setiap orang dan alam lingkungannya
4.     Terwujudnya perdamaian, keamanan, dan ketertiban dalam masyarakat
5.     Membentuk negara yang berkeadilan dan berazaskan hukum.
2.     Hakim
a.     Pengertian hakim
Hakim adalah orang yang diangkat oleh kepala Negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-perselisihan dalam bidang perdata, oleh karena penguasa sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas peradilan.[7]
Dalam Islam hukum mengangkat hakim atau qadhi adalah fardhu kifayah. Sebab Nabi Muhammad saw. pun terbiasa memutuskan perkara diantara para sahabat dan lainnya, bahkan beliau pernah mengutus sahabat Ali bin Abi Thalib menjadi hakim di wilayah Yaman. Demikian juga Khulafaur Rasyidin dan mereka pernah mengangkat hakim di kota-kota besar.
b.     Syarat-syarat menjadi hakim
Orang yang berhak menjabat sebagai hakim hanya orang yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.     Islam
2.     Baligh
3.     Berakal
4.     Merdeka
5.     Adil
6.     Laki-laki
7.     Mengerti ayat al-Qur’an dan hadits, sedikitnya yang bersangkutan dengan hokum-hukum
8.     Mengetahui ijma’ ulama dan perselisihan paham mereka.
9.     Mengetahui bahasa arab sekadar dapat memahami ayat dan hadits.
10.  Pandai menjalankan qias
11.  Pendengaran dan penglihatannya cukup
12.  Sadar.[8]
c.      Adab (kesopanan) hakim
Kedudukan (pangkat) hakim adalah suatu kedudukan yang mulia dan tinggi. Oleh karena itu hakim hendaklah mempunyai budi pekerti yang sebaik-baiknya. Diantaranya budi pekerti yang baik itu ialah:
1.     Hendaklah ia berkantor di tengah-tengah negeri, ditempat yang diketahui oleh segenap lapisan rakyat di wilayahnya.
2.     Hendaklah ia menyamakan antara orang-orang yang berperkara dan tidak baik tempatnya, cara berbicara terhadap mereka, maupun perkataan (manis dan tidaknya).
3.     Hendaklah ia jangan memutuskan suatu hokum selama dia dalam keadaan seperti tersebut seperti dibawah ini:
a)     Sewaktu sedang marah
b)     Sedang sangat lapar dan haus
c)     Sewaktu susah atau sangat gembira
d)     Sewaktu sakit
4.     Dia tidak boleh menerima pemberian dari rakyatnya kecuali orang yang memang biasa memberikan hadiah kepadanya sebelum ia menjadi hakim, dan diwaktu itu tidak dalam perkara.
5.     Apabila telah duduk dua orang yang berperkara hakim berhak menyuruh yang mendakwa untuk menerangkan dakwaannya. Sesudah itu hendaklah hakim menyuruh yang terdakwa untuk membela dirinya.
6.     Hakim tidak boleh menunjukkan cara mendakwa dan membela kepada keduanya.
7.     Surat-surat hakim kepada hakim yang lain diluar wilayahnya, apabila surat itu berisi hokum, hendaklah dipersaksikan kepada dua orang saksi sehingga keduanya mengetahui isi surat itu.
3.     Saksi
a.     Pengertian saksi
Saksi adalah orang yang melihat dan mengetahui suatu peristiwa, ia diminta hadir kepersidangan untuk dimintai keterangannya supaya bilamana diperlukan ia bisa menunjukkan duduk peristiwa sebenarnya. Dalam menyampaikan kesaksiannya, saksi tidak boleh berdusta ataupun merahasiakan hal-hal yang diketahuinya. Sebagaimana firman Allah swt :
Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s%
“dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya”. (QS. al-Baqarah: 283)

b.     Syarat-syarat menjadi saksi
Orang-orang yang menjadi saksi tidak diterima selain yang cukup memenuhi syarat-syarat dibawah ini:
1.     Islam
2.     Baligh
3.     Berakal
4.     Merdeka
5.     Adil
6.     Bukan musuh terdakwa, dan bukan anak atau bapaknya.[9]
Untuk menjadi saksi yang adil setidak-tidaknnya memiliki beberapa syarat, yaitu :
1.     Menjauhkan diri dari dosa besar dan perbuatan tercela.
2.     Bersih dari kebiasaan berbuat dosa kecil
3.     Tidak pernah berbuat bid‟ah
4.     Jujur ketika marah
5.     Berbudi luhur.

B.    Karakteristik Materi
No
Materi Pembelajaran
Kognitif
Afektif
Psikomotorik
Pengamalan
1.
Pengertian peradilan, hakim dan Saksi
ü   
ü   


2.
Dasar hukum peradilan
ü   
ü   

ü   
3.
Rukun Peradilan
ü   



4.
Fungsi Peradilan
ü   
ü   
ü   
ü   
5.
Hikmah peradilan
ü   
ü   
ü   
ü   
6.
Syarat-syarat menjadi hakim
ü   
ü   

ü   
7.
Adab (kesopanan) hakim
ü   
ü   
ü   
ü   
8.
Syarat-syarat menjadi saksi
ü   
ü   
ü   
ü   
9.
Syarat menjadi hakim yang adil
ü   
ü   
ü   
ü   

C.    Pembelajaran
Pada materi pembelajaran Fiqih yang membahas tentang peradilan di Indonesia yang mencakup peradilan, hakim dan saksi ini ada beberapa metode umum yang digunakan dalam melaksanakan pembelajaran ini diantaranya:
1.     Aspek Kognitif
Di dalam materi pembelajaran peradilan di Indonesia dalam ranah kognitif menggunakan beberapa metode yaitu:
a.      Metode ceramah
Ceramah sebagai suatu metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan dalam mengembangkan proses pembelajaran melalui cara penuturan (lectur).[10]  Sebagai contoh dalam pembelajaran ini dalam menjelaskan materi sekilas tentang peradilan di Indonesia, baik pengertian peradilan, hukum dan saksi.
b.     Metode Tanya jawab
Tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic karena pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab atau siswa bertanya guru menjawab. Metode tanya jawab dimaksudkan untuk merangsang berfikir siswa dan membimbingnya dalam mencapai atau mendapatkan pengetahuan.[11] Sebagai contoh dalam pembelajaran ini guru menerangkan bab tentang peradilan dan siswa merespon dengan menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan materi begitupun sebaliknya.
c.      Metode diskusi
Diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.[12] Dalam pembelajaran ini guru dapat membuat kelompok diskusi untuk membahas suatu permasalahan yang berhubungan dengan peradilan dengan tujuan agar siswa ikut serta aktif  sehingga dapat memahami materi tentang peradilan di Indonesia.
d.     Metode tugas dan resitasi
Resitasi adalah pembacaan hafalan di muka umum atau hafalan yang diucapkan oleh murid-murid di dalam kelas. Metode tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi lebih luas dari itu. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individu atau kelompok. Tugas dan resitasi bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakan dan tempat lainnya.[13]
2.     Aspek Afektif
Dalam ranah afektif bab peradilan di Indonesia ini mengutamakan penghayatan terhadap penerapan-penerapan yang berhubungan dengan peradilan seperti, menghayati pengertian peradilan, hakim,  saksi, dasar hukum peradilan, dll.  Untuk mengembangkan aspek afektif ini dapat digunakan metode ceramah dan suri tauladan yang dapat membuka pintu hati siswa agar dapat bersikap bagaikan hakim yang adil dan saksi yang jujur. Seperti tokoh-tokoh Islam yang ditunjuk menjadi hakim yang adil dan bijaksana.
3.     Aspek Psikomotorik
Dalam aspek psikomotorik ini dapat dilakukan dengan metode simulasi. Metode simulasi ini bertujuan untuk melatih keterampilan tertentu, meningkatkan keaktifan peserta didik, dan melati siswa untuk bekerja sama dalam kelompok. Metode simulasi disini menggunakan Role Playing atau bermain peran.Yaitu siswa dapat mempraktikkan proses peradilan di Indonesia, baik menjadi hakim ataupun menjadi saksi. Adapun evaluasi yang digunakan dalam ranah ini adalah melalui observasi.
4.     Aspek Pengamalan
Aspek pengamalan ini dapat menggunakan metode pembiasaan, dimana perserta didik dibiasakan berfikir, bertingkah laku, serta bersikap sesuai ajaran Islam yang berhubungan dengan peradilan. Peserta didik diharapkan dapat memahami serta mengimplementasikan dalam kehidupan sehari hari seperti hikmah adanya peradilan, syarat menjadi hakim yang adil dan saksi yang jujur, dll.
D.    Analisis
Dalam rangkuman materi tentang peradilan di Indonesia ini, pemakalah dapat menganalisis bahwa materi peradilan di Indonesia ini mencakup tiga hal yaitu peradilan, hakim dan saksi. Dalam peradilan ini terdapat sejumlah pengertian tentang peradilan selain itu terdapat dasar hukum adanya peradilan baik dalam al-Qur’an, hadits ataupun ijma’, rukun peradilan, fungsi dan hikmah dari adanya peradilan.
Materi ini juga membahas tentang hakim, yaitu pengertian dari hakim, syarat-syarat menjadi hakin serta adab (kesopanan) hakim. Dan pembahasan lain dari materi peradilan ini yaitu saksi. Didalamnya mencakup pengertian saksi, syarat menjadi saksi, dan juga syarat saksi yang adil.
Dengan adanya materi ini diharapkan siswa dapat memahami, menghayati dan mengamalkan tentang peradilan di Indonesia sesuai dengan ajaran agama Islam.

E.    Kesimpulan
Peradilan adalah memutuskan hukum atau membuat suatu ketetapan. Peradilan mempunyai fungsi utama untuk menciptakan ketertiban, keamanan, dan ketentraman, masyarakat melalui tegaknya hukum dan keadilan.
Hakim adalah orang yang diangkat oleh kepala Negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-perselisihan dalam bidang perdata, oleh karena penguasa sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas peradilan.
Saksi adalah orang yang melihat dan mengetahui suatu peristiwa, ia diminta hadir kepersidangan untuk dimintai keterangannya supaya bilamana diperlukan ia bisa menunjukkan duduk peristiwa sebenarnya.












DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahnya
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Remaja RosdaKarya: Bandung,  2013
Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, Rajagarfindo Persada: Jakarta, 2012.
Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia, UIN-Malang Press: Malang, 2009
Muhammad Salam Madkur, Peradilan dalam Islam, alih bahasa Imron AM, Bina Ilmu: Surabaya.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo: Bandung, 2014
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Pustaka Rizki Putra: Semarang, 2001.







[1] Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, Rajagarfindo Persada: Jakarta, 2012,  hal 9-10
[2] Muhammad Salam Madkur, Peradilan dalam Islam, alih bahasa Imron AM, Bina Ilmu: Surabaya, hal:19-20
[3] Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, Rajagarfindo Persada: Jakarta, 2012, hal 13
[4]Muhammad Salam Madkur, Peradilan dalam Islam, alih bahasa Imron AM, Bina Ilmu: Surabaya, hal 29-30
[5]Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, Rajagarfindo Persada: Jakarta, 2012, hal. 15-16
[6] Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia, UIN-Malang Press: Malang, 2009, hal. 8
[7] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Pustaka Rizki Putra: Semarang, 2001, hal. 39
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo: Bandung, 2014, hal. 487
[9] Ibid, hal. 490
[10] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Remaja RosdaKarya: Bandung,  2013, hal. 194
[11] Ibid, hal. 210
[12] Ibid, hal. 200
[13] Ibid, hal. 208

1 komentar:

  1. Casino site ᐈ Review for 2021 + Get €20 Free Bonus!
    Casino site. Online gambling site is an industry leader among industry leading casino operators, and they luckyclub.live are known for being Games offered: Slots, table games, video

    BalasHapus